Sebuah Kelahiran

Menjelang fajar subuh hari. Aku terbangun sendiri. Setelah bersih-bersih diri, kumulai rutinitas pagi. Membuka laptop dan mulai mengetik. Ah, tak terasa hari ini sudah hari ke-15 aku mengikuti tantangan kelas menulis 30DWC ini. Aku mulai melihat-lihat judul file naskahku yang menanti  dengan sabar untuk berpindah folder dari Gagasan ke folder Finished Writing sebelum akirnya menjadi penghuni tetap folder Published Writing. Namun, tak ada satupun judul naskah yang menarik minatku saat itu.

Begitulah “penyakit” yang biasa kualami, saat sedang punya cukup banyak waktu luang, eh, kurang mood untuk menulis atau merampungkan naskah-naskah yang sudah setengah jadi. Saat tak ada waktu yang cukup, ide-ide dan mood menulis malah datang dengan deras. Kadang, hal ini membuat geram dan gemas. Ya, begitulah tantangan menjadi seorang menulis.

Aku memejamkan mata sejenak, dan menarik nafas. Kuingat-ingat lagi sebuah kutipan yang bisa membantu melecutkan semangat.

“A professional writer is an amateur who don’t quit.” –Richard Bach.

A writer is a person who always writes in any condition, additionally by me, myself. Pokoknya, terus menulis apa saja hingga mood untuk menulis dan merampungkan naskah-naskah yang terbengkalai itu bangkit kembali.

Namun, sang waktu yang terus melaju akhirnya mengakhiri sepinya pagi dengan riuhnya suara-suara yang mulai terdengar. Suara air mengalir, denting piring yang beradu, suara cicitan burung menyambut hari baru, suara Si Kaka terbangun dan merengek mencari Ayahnya yang telah terbangun dulu dan meninggalkannya di kasur sendirian. Well, Daddy is her favorite, not me. Hehehe..

Mau tak mau akupun harus segera tutup laptop untuk sementara waktu, dan bergegas menyeret langkah kakiku menuju ke dapur keluarga, tempat dimana sebuah hari bermula. Minuman hangat dan camilan pagi, dilanjut menu sarapan dan makan siang hari ini. Ditambah membereskan peralatan dapur dan bonus menjemur baju yang sudah dicuci malamnya. Well, that’s my morning routine for today.

Nah, saat sedang mencuci piring, tetiba saja aku teringat kalau kemarin itu adalah hari Maulid Nabi. Ya, bukankah hari kemarin adalah hari libur, bertanggal merah dalam kalender di minggu terakhir bulan Oktober ini. Sekaligus hari libur panjang karena bagi beberapa orang yang berstatus pekerja kantoran, minggu ini adalah waktu cuti bersama dimulai dari hari Rabu sampai hari Minggu, mengganti waktu cuti lebaran yang ditiadakan karena adanya pandemic Covid-19.

Namun, malah yang kurasa disini, tanggal merah kemarin serasa hari Minggu, karena lingkungan tempatku tinggal masih sepi, tak ada perayaan apapun. Disini mungkin bisa dibilang warga yang masih sangat taat aturan pemerintah ya, masih menghindari untuk melakukan aktifitas kumpul-kumpul bersama dalam waktu lama seperti arisan, pengajian, dan sebagainya. Jadi, boleh dibilang saat Maulud kemarin itu masih sepi-sepi saja disini.

Aku teringat saat membuka satu dua status WA milik temanku, kebanyakan memposting tentang perayaan Maulud dan ucapan hari Maulid Nabi. Akhir-akhir ini aku memang sedang boleh dibilang agak malas melihat chat WA Grup, status WA dan memasang status WA sendiri. Ya, boleh-boleh saja kan, hehe. Kadang rindu rasanya dulu sebelum ada jaman WA. Ah, jaman anak cucuku besok seperti apa ya perkembangan media digital. Sungguh, aku sendiri pun tak bisa membayangkannya.

Pikiranku pun kembali membayang tentang makna sebuah kelahiran di muka bumi. Lihatlah betapa kelahiran sosok Baginda Rasulullah SAW mampu mengubah dunia. Begitu pula kelahiran sosok Fir’aun yang namanya terkenal menjadi raja paling bengis dan sombong di dunia ini, lalu ada sosok Hitler yang juga menjadi tokoh antagonis dalam dunia militer. Kelahiran sosok Nabi Isa yang lahir tanpa Ayah, yang kemudian juga dianggap sebagai Tuhan oleh sebagian kaum di muka bumi ini.

Kelahiran sosok J.K. Rowling ke dunia, dimana pada usianya ke 35 dia menjadi penulis paling kaya yang kekayaannya melebihi Ratu Elizabeth II, menulis novel fenomenal yang terkenal di seluruh dunia, novel fantasi anak Harry Potter. Kelahiran-kelahiran sosok lain di dunia ini yang sebagian menjadi sebuah pengaruh bagi perkembangan di dunia. Bill Gates, Mark Zuckernberg, Steven R. Covey, Stephen King, Ippho Santosa, Rhoma Irama, Elvis Persley, Michael Jordan, dan sederet nama-nama lain yang mendunia dan mampu mengubah dunia.

Lalu, aku pun merenung. Sudah sebegitu lama perjalananku di dunia ini. Aku bahkan sudah kepala 3, sudah lebih dari seperempat abad. Apakah arti kelahiran sosokku ini bagi dunia?  Aku pun menghela nafas dan mengakhiri aktifitasku mencuci peralatan gelas, piring dan peralatan masak lainnya. Lalu, aku mendengar suara tawa cekikian khas anak-anak.

“Geli… geli, Yaah…,” kata Si Kaka sembari menghindar dari serangan gelitikan Ayahnya.

“Makanya, jangan suka gelitikin orang dong,” kata Ayah pada Si Kaka yang memang sedang hobi menggelitik orang itu.

Aku tersenyum sambil menahan haru dari sudut dapur, melihat mereka yang sedang berguling-guling mesra di atas karpet di ruang keluarga. Ah, setiap kelahiran di dunia ini pasti punya makna. Seperti kelahiranku untuk keluarga kecilku saat ini, dan kelahiran Si Kaka yang menjadi arti tersendiri bagi keluarga kecil kami. Aku mungkin bukan sosok yang famous macam artis ibukota atau siapalah, seseorang yang bisa mengubah dunia, tapi kelahiranku tetap memberi arti tersendiri bagi keluargaku. Seperti juga kelahiranmu. Syukurilah hidup pemberian Tuhan ini dengan peranmu masing-masing. Berikan yang terbaik. Be the best version of you.

 

#Day15 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay15 #30DWCJilid26Squad2Day15 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daya Juang Seseorang

Teknik Marinasi ala Chef Rudy (Bag. 1)

Anak-anak dan Dunia Imajinasi