Berita Kematian

Bismillahirrahmanirrahiim...

Siang ini, ba’da shalat Jum’at, sebuah chat WA masuk dari Bapakku, mengabarkan kalau Pak I, tetangga rumah kami, meninggal dunia.  Innalillahi wa inna ilayhi raaji’uun. Aku kembali mengirim chat kepada Bapak, apa pasal beliau meninggal, solanya setahuku beliau masih terhitung muda, (ya aku tahu ajal kan memang tidak dihitung dari umurnya) putrinya tiga, yang sulung sepertinya masih duduk di bangku kuliah sedangkan yang bungsu sepertinya sudah masuk SMP, kalau aku tidak salah hitung. Soalnya, sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengan keluarga mereka.

Jadi, Pak I dan istrinya itu LDR beda kota, ya perjalanan memakai motor memakan waktu sekitar 1 jaman lebih sedikit. Mereka sudah punya rumah di kompleks aku tinggal. Awalnya tinggal bersama, karena pekerjaan Pak I ada di kotaku, sedangkan istrinya mengajar sebagai guru. Tak lama, istrinya diangkat pegawai, tetapi sayangnya di tempatkan di kota yang berbeda dengan kantor Pak I. Akhirnya, Bu I pun terpaksa harus tinggal di kontrakan di kota dimana ia bekerja. Ketiga putrinya ikut bersama Bu I tinggal. Sementara itu, Pak I mengalah setiap hari harus pulang pergi laju memakai motor.

Rumah mereka awalnya di kontrakan. Tapi tak berapa lama, setelah pengontrak terakhir pergi, rumah itu kembali dihuni Pak I yang terkadang tinggal sendiri disitu. Mungkin karena perjalanan laju ke luar kota setiap hari cukup membuat capek juga. Dulu, sewaktu almh. Ibuku masih hidup, beliau juga cukup sering menyuruhku mengantar makanan ke rumah Pak I, jika terlihat tanda-tanda rumah itu ada penghuninya. Biasanya, kalau Pak I sedang berada di rumah, terlihat motor bebeknya terparkir di luar rumah dan terkadang nampak jemuran sarung atau baju di teras rumah.

Dari balasan chat Bapak, ternyata Pak I sudah lama mengidap penyakit paru-paru, kanker paru-paru seperti yang pernah dialami almh. Ibuku dulu. Katanya pula, sudah bolak-balik melakukan kemoterapi sebagai bentuk ikhtiar menuju kesembuhan. Ya Allah… beliau itu orang baik, insyaAllah. Semoga Engkau berkenan menerima jasadnya di sisi-Mu Ya Allah. Aamiin… yaa rabbal ‘alamiyna….

Ah, menerima berita kematian ini, pikiranku kembali terlempar saat masa pandemi tengah berlangsung beberapa bulan lalu. Teringat berita yang tengah viral saat itu, tentang kematian seorang tenaga medis yang terkena Novel Corona Virus akibat merawat pasiennya. Yang membuatnya viral adalah karena jasad beliau ditolak oleh warga sekitar dimana beliau tinggal. Para warga menolak jenasah ibu paruh baya yang bekerja sebagai tenaga medis itu dimakamkan di pemakaman desa.

Beberapa tempat pun menolak jasad ibu itu. Mereka takut. Ketakutan yang sebenarnya tak beralasan, karena orang yang sudah mati tak mungkin membawa atau menularkan virus. Akhirnya, setelah mencari kesana-kemari, jenasah ibu itu dimakamkan juga. Aku lupa dimana persisnya. Yang kuingat lagi bahwa suaminya sendiri yang menggali tanah pekuburan istrinya, memakamkanya dibantu hanya beberapa petugas medis rekan almh. Istrinya di malam hari, di tengah guyuran gerimis.

Setelah itu, aku mendengar lagi berita serupa. Kali ini, mobil ambulan yang membawa jenasah terinfeksi Covid-19 malah dilempari batu dan kayu oleh warga, dipaksa putar balik alias dilarang melintasi jalan yang menuju ke pemukiman warga setempat. Ya Allah…

Tapi, selain berita yang cukup memiriskan hati itu, aku juga mendengar ada orang baik yang merelakan tanahnya digunakan khusus untuk pemakaman jenasah Covid-19. Masya Allah. Hanya Allah yang bisa membalasnya dengan kebaikan. Ada juga pemilik hotel yang merelakan hotelnya digunakan sebagai tempat isolasi alias penampungan sementara bagi warga yang terdeteksi reaktif Covid-19.

Jadi, ketika sekarang aku mendengar lagi tentang sebuah kematian, yang terpikir di benakku adalah, ya kita semua sebagai makhluk hidup pasti mengalami kematian, hanya saja waktunya belum pasti kapan. Bahkan, kelahiran yang kadang diprediksi oleh tim medis saja bisa meleset tanggalnya, seperti kelahiran anak pertamaku yang maju 2 minggu dari tanggal lahir perkiraan dokter Obygin.

Sebagaimana kelahiran kadang direncanakan, mau lahiran dimana bayinya? Mau di bidan, di rumah saja, di rumah sakit, di rumah bersalin, di klinik khususkah? Dengan cara apa? Kini, ada beberapa istilah yang muncul terkait dengan persalinan. Ada persalinan normal, persalinan sesar, persalinan Maryam, ada gentle birth, water birth dan macam-macam lainnya.

Maka, aku pikir, kita juga perlu memikirkan sejenak tentang kematian kita nantinya kelak. Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir ajal kita nantinya. Tapi, sepanjang nyawa masih di badan, paling tidak, kita yang percaya adanya Tuhan yang Mengatur Hidup dan Matinya manusia, kepadaNya kita bisa meminta, bagaimana nanti kita akan dimatikan.

Semoga saat kematian kita, tidak merepotkan orang lain. Apakah ada, kematian yang merepotkan? Mohon maaf, dalam tradisi Umat Hindu dikenal dengan istilah Ngaben. Konon kabarnya, menggelar Ngaben itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ya, setara biaya menyelenggarakan pesta perkawinan anak di gedung megah bintang lima. Namun, sekarang ini, sepertinya tradisi itu sudah jarang dilakukan lagi.

Kita bisa terus meminta Tuhan, supaya kita dimatikan dalam kondisi tetap beriman. Sepertinya hal ini hal sepele bukan? Tetapi jika direnungkan, amat dalam maknanya. Siapa yang bisa menjamin kita masih beriman dalam islam hingga ajal kita menjemput? Sekadar diberi kemudahan untuk mengucapkan kata ‘Laa ila ha illallah” saja di saat sakaratul maut itu merupakan kebahagiaan yang tak terhingga. Tapi, berapa banyak terkadang kita mendengar kisah, ada orang yang benar-benar kesulitan sekali mengucapkan kalimat tauhid itu di ujung hidupnya? Ya Allah… Ya Rabb… berilah kami kemudahan saat ajal menjemput kami nantinya.

Sebagai umat Islam, kita tentunya tahu kisah yang menyanyat hati saat sakaratul mautnya Baginda Nabi, orang mulia yang paling dicintai Allah saja, mengerang kesakitan saat sakaratul maut, bahkan Nabi Jibril pun tak kuasa menemaninya. Apalah lagi kita umat beliau yang imannya mungkin hanya seujung kuku dibanding keimanan beliau kepada Allah Subhanallu wata’ala?

Ya Allah Yaa Rabb, ampuni kami… ampuni hamba-Mu yang hina dan lemah ini, yang banyak berlumur dosa dan kemaksiatan. Berilah kami kematian yang mudah saat ajal menjemput nantinya, lancarkanlah lisan kami mengucap asma-Mu yang agung. Laa… ila ha Illallah… dan kami pun berharap meninggalkan generasi yang kuat (baik dari segi iman, ilmu maupun harta) sepeninggal kami Yaa Rabb…

 

#Day16 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay16 #30DWCJilid26Squad2Day16 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daya Juang Seseorang

Teknik Marinasi ala Chef Rudy (Bag. 1)

Anak-anak dan Dunia Imajinasi