Teknik Marinasi ala Chef Rudy (bag. 2)

Baiklah, kemarin aku telah menuliskan pengalaman pertamaku  menggoreng tempe dengan teknik marinasi ala Chef Rudy (aku menyebutnya begitu ya, karena bagiku, kalau aku mencoba teknik ini, yang terbayang di pikiranku adalah Chef Rudy yang sedang mempraktekkan teknik menggoreng ini, hihihi)

Lanjuut…

Esok harinya, aku dan membeli ayam ½ kilogram dan aku goreng kembali dengan teknik marinasi ala Chef Rudy. Hasilnya? Sungguh kembali membuat aku terharu untuk kedua kalinya.

Seumur-umur, belum pernah diriku ini yang memang tidak terlalu berbakat memasak, menggoreng ayam dengan hasil secantik ini. Huhuhu, benar-benar membuatku sungguh terharu. Ayam gorengku sungguh renyah dan gurih sekali.

Aku sampai membayangkan dalam kepalaku sebuah dialog fiktif antara aku dan bu guru tata boga di sekolahku:

Ibu Guru : “Sungguh nak, ibu terharu. Setelah bosan berkali-kali menorehkan nilai 5 dan 6 pada mata pelajaran menggoreng ayam, kali ini dengan bangga ibu memberikan nilai 8 padamu. Delapan nak, dan ibu yakin jika kau terus berlatih kau bisa mendapatkan nilai 9 di rapor.”

Aku : “Terima kasih Ibunda guru.” (sambil menitikkan air mata haru)

(Maafkan dialog lebay ini ya, hehehe.. hanya sebagai penggambaran kalau sebuah prestasi dalam negeri ini terkadang ukurannya masih terpaku pada angka yang tertulis di atas kertas semata. Peace!)

Oh ya, saat aku berbagi di story WhatsApp tentang pengalamanku ini, banyak yang menanyakan tentang nasib minyak goreng bekas penggorengan dengan teknik marinasi ala Chef Rudy ini.  Nah, bagaimanakah nasibnya?

Seperti dikatakan oleh Chef Rudy bahwa teknik ini hanya berlaku untuk sekali penggorengan saja. Maksudnya, jika kita akan menggoreng untuk yang kedua kalinya, minyaknya harus disaring terlebih dahulu. Jadi, minyak yang kita gunakan untuk menggoreng adalah minyak yang bebas dari endapan apapun.

Awalnya, aku mikir teknik ini bakal boros minyak, karena disarankan sekali goreng saja. Jadi, pastinya butuh lebih banyak minyak bukan? Tetapi ternyata, setelah aku mencobanya, malah lumayan hemat. Karena, bumbu marinasi itu mengendap sempurna di dasar minyak goreng, seperti ampas kopi. Jadi, malah semakin mudah menyaringnya dan minyak bekas penggorengan tidak terlalu berubah warna.

Oke, aku buat perbandingan saja sepanjang pengalamanku mencoba teknik ini. Pertama kali aku mencoba dengan menggoreng tempe, bahan yang mudah tentunya. Setelah itu, aku mencoba menggoreng ayam (walaupun pada resepnya hanya tertulis tempe dan ikan, tidak ada salahnya mencoba bukan?). Kemudian, aku juga mencoba menggoreng ikan, yaitu ikan lele dan ikan belanak.

Dengan teknik biasa, aku bisa menghabiskan 2 liter minyak goreng. Minyak bekas menggoreng tempe masih bisa digunakan untuk menggoreng ayam, tetapi minyak bekas menggoreng ayam tidak bisa lagi kupakai untuk menggoreng ikan, karena biasanya sudah terlalu keruh. Alhasil aku harus menggantinya dengan minyak yang baru. Tetapi, setelah kemarin mencoba menggoreng dengan teknik marinasi ala Chef Rudy, aku hanya menghabiskan kurang lebih 1,5 liter minyak goreng saja. Memang, aku membutuhkan minyak yang banyak sekali menggoreng, tujuannya tentu agar tidak bolak balik melakukan penggorengan. Tetapi tidak perlu khawatir karena minyak bekas penggorengan masih bisa dipakai lagi untuk menggoreng setelah disaring.

Jadi, aku menggoreng tempe dengan minyak yang baru. Setelahnya, aku saring dan aku pakai untuk menggoreng ayam. Minyak bekas menggoreng ayam masih cukup bagus untuk menggoreng ikan belanak, dan masih layak aku pakai sekali lagi untuk menggoreng ikan lele sebelum minyak tersebut kupensiunkan sebagai minyak jelantah.

Begitulah pengalamanku dalam mencoba menggoreng dengan teknik marinasi ala Chef Rudy. Seperti kata iklannya, awalnya sempat ragu, tapi setelahnya jadi ketagihan deh. Bagi yang penasaran, silahkan bisa mencoba ya. Catatan dariku, semua kembali pada keyakinan masing-masing ya. Maksudku, mungkin bagi para penganut cobek garis keras alias masak nggak mantep rasanya kalau hanya pake bumbu instan (alias bumbu yang nggak diuleg), teknik ini mungkin tidak direkomendasikan.

Buat yang memang nyari praktisnya, teknik ini sangat luar biasa. Buatku sendiri, yang penting hasilnya maknyus-lah (lagi-lagi meminjam istilah alm. Bondan Winarno) dan bisa dinikmati bersama. Lagipula, aku yakin Chef Rudy yang sudah malang melintang di dunia perkulineran ini tentu saja sudah mencoba berkali-kali teknik ini sebelum me-launching-nya ke khalayak ramai.

Catatan khusus dariku buat para lelaki baik yang telah beristri maupun belum, hehehe, bisa mencoba teknik ini untuk menyenangkan hati ibu dan istri.

Lagi-lagi sebuah dialog fiktif berputar dalam kepalaku.

Dialog 1

Pemuda impian : “Ma, hari ini aku yang masak ya. Mama santai aja, silahkan nonton sinetron kesukaan Mama dengan tenang.”

Sang Mama : “Aaa…pa nak, Mama nggak salah denger kan? Mama nggak lagi mimpi kan?”

Pemuda impian : “Enggak Ma. Udah deh, pokoknya tenang aja. Mama duduk manis di rumah, biar aku yang belanja sama masak. Nanti aku mau masak ikan kesukaan mama. Eh sini Ma, uang buat belanjanya mana?”

(Ya elah… penonton kecewa, anak Mama masih minta uang sama Mama, hihihi)

Dialog 2

Suami Idaman : (diam-diam sudah belanja ayam dan sayur, lalu si istri mergokin di dapur)

Si Istri : “Loh Mas, lagi ngapain di dapur?”

Suami Idaman : “Eh, ini. Engg, hari ini aku aja yang masak ya. Kamu bisa me time hari ini.”

Si Istri : “Wah, beneran? Tumben, Mas. Ada angin apa nih?” (sedikit menaruh curiga, wkwkwk)

Suami Idaman : “Iya, percaya deh sama aku. Kali ini, aku mau coba masak buat kamu, sayang.”

Coba tebak, apa yang ada di pikiran Sang Mama dan Si Istri, ketika kedua lelaki itu melakukan hal di luar kebiasaan mereka?

Duuh, ntar dapur gue selamet nggak ya, mending gue aja deh yang masak, daripada dapur gue ntar hancur lebur kaya kena bom Nagasaki dan Hiroshima,” hihihi…

Just for fun ya guys..

Pesan dariku, belajar masak ya, bagi siapa saja, nggak hanya buat lelaki aja, tapi perempuan juga, para calon ibu. Iya kan, perempuan normal pastinya pengen jadi seorang istri dan ibu yang baik untuk keluarganya.

Pengalamanku sendiri, sebagai seorang perempuan dan seorang ibu kini yang dari dulu aku akui tidak suka memasak, dan tidak ada yang pernah mendukung aku buat belajar masak, rasanya sedih guys, kalau tidak bisa masak yang enak-enak buat keluarga tercinta. Ya, kalau dulu ada yang bilang begini: aku nggak bisa masak. Nggak papa kok, aku nyarinya istri, bukan tukang masak. Iya sih, emang bener. Tapi, dalam sebuah keluarga, apapun itu nggak bisa menggantikan sensasi masakan Mama atau Ibu. Meskipun kita atau keluarga kita nantinya kaya raya (sehahaha-haha, kata anak-anak kecil jaman doeloe), tapi masa tiap makan mau beli terus? G*food atau G**bfood terus?

Terserah deh orang mau bilang apa ya, tapi bagiku yang kini sudah berkeluarga, aku akhirnya membuat prinsip, terutama buat perempuan, bahwa belajar memasak buat perempuan itu termasuk kategori wajib. Meskipun engkau pada awalnya tidak suka. Ya, tidak harus bisa membuat aneka ragam masakan, cukup memilih beberapa ragam masakan saja yang engkau minati asalkan setiap kali kau memasaknya, hasilnya tak akan pernah mengecewakan siapapun yang menyantapnya.

Bagi yang memang sudah punya hobi memasak sejak dalam kandungan, beruntunglah, Nak. Jangan kau hina rekan-rekan atau saudaramu yang belum bisa memasak. Bantulah mereka.

Baiklah, sekian saja tulisan untuk hari ini. Terima kasih pada para pembaca yang berkenan mampir sampai di sini. See you…

#Day6 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay6 #30DWCJilid26Squad2Day6 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fokus Mencinta

Aku Menulis