Fokus Mencinta

Pendar di matanya surut seketika, saat bukan pujian yang diterima, melainkan bentakan. Aku hanya menghela napas dan berusaha menenangkan diri sendiri. 

Mengapa sih dia selalu begitu? Mengapa dia tidak bisa menerima hal-hal semacam ini? Seperti seseorang yang... yah disini kusebut saja Your Majesty saja biar gampang.

Tapi seharusnya aku memang sudah tahu konsekuensinya akan begini, karena aku sudah cukup tahu karakternya memang tidak menyukai hal-hal semacam ini. Lalu aku harus bagaimana? Aku hanya tak ingin menyurutkan pendar keriangan anak-anak saat mereka menemukan hal baru sebagai bahan permainan mereka.

Terkadang aku bertanya, mengapa ia tidak bisa memahami atau setidaknya berusaha memahami? Kemudian, aku pun menanyakan hal serupa kepada diriku sendiri. Bagaimana denganku?

Menerima dan memahami tipe karakter orang yang berbeda sudut pandang denganmu. Bisakah aku? Bukankah perbedaan karakter itulah yang menjadi ciri khas dari diri seseorang itu sendiri. Si A begini, Si B begitu. Si C sukanya ini, si D sukanya begitu. Bahkan bayi yang terlahir kembar siam pun memiliki perbedaan. Apalagi orang yang terlahir dari keluarga berbeda, dari lingkungan yang berbeda-beda pula.

Aku terbangun tengah malam. Memandangi wajahnya dalam tidur yang terlelap pulas. Terlihat gurat keletihan di sana. Lalu, sebuah kesadaran datang dalam kepalaku.

Mengapa engkau terus saja begitu? Kenapa engkau tidak coba fokus mencinta? Memandang semua kebaikan-kebaikan yang telah ia lakukan selama ini?

Ya, mengapa? Tapi kebanyakan orang memang justru begitu. Mereka lebih banyak fokus kepada titik kecil ketika selembar kertas putih disodorkan kepada mereka, dengan setitik goresan tinta di tengahnya.

Memang itulah tantangannya. Karena hal itu tidak mudah. Benarlah kata orang, cinta itu butuh pengorbanan, pengertian, perawatan. Cinta itu butuh ilmu.

 

#Day22 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay22 #30DWCJilid26Squad2Day22 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Menulis