Feedback 30DWC ala Empire of Writers
Kali ini, aku ingin sedikit menuliskan rasaku (bahasa kerennya curahan hatiku) tentang 10 hari yang telah berjalan di kelas Empire of Writers ini, terutama tentang feedback 30DWC sebagai salah satu agenda yang ada di tantangan kelas menulis online ini.
Sedikit gambaran dariku, di 30DWC ini ada 3 macam feedback, alias masukan atau kritik dan saran yang membangun atas tulisan yang ditulis oleh para fighters 30DWC yaitu feedback Genre, feedback Squad, dan feedback Empire. Oke, aku beri penjelasan lebih lanjut ya, tentang masing-masing feedback.
Feedback Genre, dilakukan di grup terpisah antara grup Fiksi dan Grup Non Fiksi oleh masing-masing mentor. Jadi, para fighter yang menulis tulisan bengenre non fiksi masuk ke dalam grup non fiksi dan menyetorkan 3 link tulisannya yang kemudian akan mendapat feedback dari mentor non fiksi yaitu Kak Rezky. Sedangkan para fighter yang menulis tulisan bengenre fiksi masuk ke dalam grup fiksi dan menyetorkan 3 link tulisannya yang kemudian akan mendapat feedback dari mentor fiksi yaitu Kak Rizka. Para fighter bisa memilih salah satu grup atau masuk ke dua grup tergantung jenis tulisan yang ditulisnya.
Feedback mentor ini bersifat tidak wajib. Ya, para fighter boleh menyetorkan link tulisannya boleh tidak. Begitupula dengan jadwal-jadwal yang lain seperti jadwal setor tulisan, jadwal membuat IWQ (semacam kutipan motivasi tentang dunia tulis menulis), jadwal KOUF (semacam kulwap yang diadakan oleh para fighters dalam squad mereka tentang dunia kepenulisan), dan jadwal feedback. Para fighter boleh ikut berpartisipasi, boleh tidak, karena sebenarnya apa yang para fighter lakukan hasilnya akan kembali kepada para fighter sendiri. Adapun poin-poin yang diberikan kepada para fighter ketika mereka telah berhasil menyetorkan tugas dari para admin kelas hanyalah sebagai penyemangat saja dan untuk mempermudah perhitungan rekapan kelas menulis online ini selama 30 hari.
Aku masuk ke dua grup sekaligus, yaitu grup fiksi dan non fiksi ya biar nggak penasaran saja. Meskipun begitu, aku hanya setor tiga link tulisan ke grup non fiksi karena di 30DWC ini fokusku memang menulis non fiksi. Tulisan yang disetor untuk di feedback oleh mentor adalah tulisan Day 1 sampai Day 3. Lalu, mentor akan memberikan feedback sesuai dengan tulisan yang disetorkan sesuai dengan urutan dari chat paling atas. Jujur, ikut tegang dan senang juga membaca feedback mentor untuk tulisan teman-teman yang lain. Aku pun jadi ikut belajar tentang pemberian feedback sendiri sambil mencoba sedikit mengintip tulisan teman-teman yang diberi feedback oleh mentor. Feedback dari mentor singkat saja. Biasanya untuk tulisan yang sudah dianggap bagus, dan teman yang ikut kelas 30DWC untuk kedua atau kesekian kalinya akan ditanya balik oleh mentor, apa tujuan ikut kelas ini? Tulisannya sudah bagus lho. Beberapa ada yang mendapat pengarahan tentang goal menulis di 30DWC, seperti: apakah mau menabung naskah untuk membuat sebuah buku atau sekedar latihan menulis saja? Kalau aku sendiri, alasan utama ikut 30DWC adalah untuk latihan menulis lagi, melemaskan kekakuan jari-jemariku setelah sekian lama vakum dari kegiatan mengakrabi laptop sekaligus menambah jaringan dan komonitas dalam dunia tulis menulis. Ya, bahasa gaulnya, PDKT lagi sama komunitas penulis, pecinta buku,dan karya-karya seni lainnya, tak lupa juga PDKT lagi sama PUEBI dan KBBI. Hihihi…
Kemudian ada feedback Squad, yaitu feedback yang dilakukan antar fighter di Squad masing-masing, yang harusnya terjadwal. Misal, ada 10 orang fighter di Squad A, maka dibuat jadwal dari hari Senin sampai Jum’at masing-masing ada dua orang fighter yang memberi feedback secara bergantian. Hari Senin feedback dari fighter 1 dan 2, hari Selasa feedback dari fighter 3 dan 4, dst. Namun, feedback Squad ini sifatnya lebih fleksibel lagi karena ya setiap fighter sendiri masih berjuang untuk merampungkan tulisan yang akan disetorkan pada hari itu, bagaimanalah mau memikirkan untuk memfeedback tulisan orang lain? Padahal sebetulnya feedback Squad ini sendiri bisa sebagai ajang latihan sebelum berlatih untuk feedback Empire.
Yang terakhir adalah feedback Empire, yaitu feedback yang dilakukan antar Squad. Feedback Empire ini juga sifatnya tidak wajib, tetapi paling tidak dari masing-masing Squad minimal ada perwakilan satu orang fighter yang melakukan feedback kepada Squad lainnya pada jadwal yang telah ditetapkan. Contohnya, hari Kamis, adalah jadwal Squad A dan B untuk menyetorkan link tulisan ke Grup Empire. Maka Guardian (istilah yang dipakai untuk kepala Squad) Squad A dan B akan menyetorkan link para fighter ke Grup Empire untuk di feedback oleh fighter Squad lain dengan ketentuan yang ada. Feedback Empire ini dilakukan di grup Empire, jadi baik yang tulisannya di feedback maupun tidak, tetap bisa membaca feedback yang diberikan.
Nah, pengalamanku pertamaku ini, baik mengikuti tantangan 30DWC sendiri maupun mengikuti agenda feedback Empire. Dari mulai link di setorkan sekitar pukul 19.00 sampai menjelang tengah malam kok sepi saja, tidak ada yang memberikan feedback satupun. Meskipun begitu, aku masih mencoba melakukan proses feedback untuk Squad 1. Sesi pertama ini giliran Squad 1 dan 2, alias Squadku yang di feedback. Ketentuannya adalah tidak boleh memfeedback Squad sendiri di Grup Empire, jadi sesi sementara ini jatahku hanya bisa memberi feedback pada Squad 1 saja.
Aku masih membaca tulisan ke-4 atau ke-5 yang disetorkan oleh Guardian Squad 1 saat tiba-tiba masuk chat feedback dari Guardian Squad 1 yang kemudian menjadi orang yang paling rajin memberi feedback dengan gayanya yang khas alias to the point (baca: feedbacknya singkat). Maklum, Guardian Squad 1 adalah kaum Adam dan sesuai dengan karakternya tidak suka berpanjang kata alias langsung pada poin yang dia anggap cukup mencolok. Itulah feedback pertama kali yang masuk di Grup Empire itu, tengah malam lewat sedikit. Senang juga ya membaca feedback untuk diriku sendiri dan teman-teman Squadku.
Aku pun akhirnya lanjut membaca link tulisan yang lain sambil mencatat apa-apa yang peru diperbaiki dari tulisan tersebut. Awalnya hanya sekadar mencoba saja, tapi ternyata asyik juga ya, sembari membaca tulisan teman-teman yang lain. Dari sebuah tulisan aku pun bisa mendapat sedikit gambaran tentang karakter si penulis, bahkan terkadang aku juga menelusuri lebih lanjut akun medsos atau platform online yang dipakai untuk men-subbmit tulisan, seperti akun instagram atau facebook, blogspot, wordpress, tumblr, dan sejenisnya.
Ada yang akunnya memang khusus untuk tulisan serupa, ada juga yang campuran. Ada yang memang menulis dengan sebuah misi, seperti tulisan atau cerita bersambung, atau menulis sesuai dengan keahliannya, missal tentang suatu bidang yang dia tekuni, seperti teman satu Squadku yang berprofesi sebagai seorang Bidan, dia menulis hal-hal seputar kehamilan, persalinan, dan jenis tulisan serupa. Kalau aku sendiri, tulisanku jelas saja gado-gado alias masih menulis apa saja yang aku rasa dan kupikirkan saat itu.
Dari sebuah tulisan pun aku juga bisa sedikit menilai kalau penulisnya memang sudah lama berlatih menulis, ada juga yang masih pemula, terlihat dari bahasa yang dipakai adalah bahasa lisan, bukan bahasa tulisan. Ada juga yang bahasa tulisannya cukup bagus namun tata tulisannya alias tanda bacanya, huruf kapital dan huruf kecil serta ejannya masih membuat sakit mata, hehehe (sedikit hiperbol ya, maaf). Well, kaya kamu udah ahli aja sih Nine, pede banget menilai tulisan orang lain padahal tulisan sendiri juga entah, bisa dibilang masih amburadul juga, Whehehe…
Alhamdulillah kalau dibilang pede sih, aku sudah bisa mengatasi hal ini tentang masalah tampil di depan publik ya, baik online maupun offline. Ya, pengalaman bertahun-tahun mah ini. Dulu juga masih malu-malu kalau di suruh tampil, lama-lama ya biasa aja. Terserah orang mah mau bilang apa. Pede aja lagi. Tapi, ada hal-hal tertentu yang tetap saja mesti aku persiapkan baik-baik sebelum tampil ke publik, utamanya acara umum seperti mengisi seminar, misalnya. Widih, yang ini jelas hiperbol abiss.. Soalnya ada beberapa fighter yang berkomentar, duh, masih malu nih, masih takut mau nge feedback. Dari tulisan itu, artinya, dia masih punya keinginan untuk memberi feedback, hanya saja masih terhalang oleh rasa malu atau takut. Ya, wajar sih. Semoga kedepan yang bersangkutan bisa mengatasi rasa takut dan malunya dengan lebih baik. Aamiin..
Perihal feedback ini, jujur aku sendiri jadi ketagihan untuk memasang goals memberikan feedback pada semua tulisan fighter yang masuk di daftar tulisan untuk diberi feedback, sudah tidak berpikir lagi tentang poin yang bakal di dapat, karena ada batas waktu yang ditetapkan saat mengirimkan feedback ke Grup Empire. Alhamdulillah, target feedbackku di gelombang satu ini sudah terlaksana dengan sukses. Entah bagaimana nanti untuk Gelombang keduanya. Karena, jujur saja, memebri feedback tulisan teman-teman itu juga memakan waktu, gaess, selain harus mengurusi target setoran tulisan sendiri di hari itu karena batas waktu feedback yang diberikan hanya 13 jam saja untuk sekitar 14 – 18 tulisan yang harus di feedback dalam satu sesinya. Mantap kan?! Jujur saja, memang harus sedikit begadang alias rela melek lebih lama daripada biasanya.
Tapi, bagiku sendiri itu asyik, dan jujur aku juga jadi belajar tentang gaya tulisan, platform yang dipakai oleh para fighter lainnya untuk menulis. Menurutku, memberikan sebuah feedback atas tulisan fighter juga terhitung sebagai amal jariyah, insyaAllah, hehehe. Karena aku sendiri merasakan seneng bin gembira kalau tulisanu sendiri dikasih feedback sama orang lain, sependek dan seabsurd apapun feedbacknya. Ya, minimal nggak hanya sekedar likes atau hearts yang saat sekarang ini dipakai oleh beberapa media sosial, sebut sajalah ya, facebook, instagram, tumblr, pinterest, twiiter; well, that’s all I knew. Dan hey, secara tidak langsung, memberi feedback juga merupakan latihan menulis bermakna, mengetes kejelian mata terhadap tata tulisan dan pemahaman pikiran tentang isi tulisan tersebut. Efek sampingnya juag memberi rasa bahagia pada orang yang diberi feedback, walaupun mungkin tidak semua. Ya, begitulah.
Mentor bilang no baper saat diberi feedback. Padahal yang aku rasakan ya, setelah memberi dan diberi feedback, dua-duanya baik yang diberi feedback maupun yang memberi feedback itu juga harus no baper. Ya, baiklah, ini sedikit menyangkut tentang istilah ‘apresiasi,’ yang jujur harus kukatakan masih minim di negeri ini.
Ketika tulisan kita diberi feedback oleh orang lain, ya memang wajar, kita harus bisa menjaga, no baper-thing tadi, semisal kita mendapat feedback yang pedasnya bagai Bon Cabe level 15. “Bisa nulis nggak sih? Masa tulisan kaya anak TK begini dipost di fb. Kalau nulis pakai mikir, Bung;” dan semacamnya ya. Pedes kan rasanya? Hihihi… tapi, justru kata mentor, kritik saran yang pedes bagai Bon Cabe level 15 itulah biasanya kritik saran yang lebih membangun dibanding dengan feedback yang hanya, “Wah, tulisannya bagus, aku suka ... aku sukaa ... betul … betul … betul …” (eh, kaya familiar ya dengernya, hihihi).
Tapi, terkadang bagi sang pemberi feedback sendiri pun no baper, ketika dia sudah berusaha memberi feedback yang terbaik, ditulis dengan hati-hati, secara teliti, dan balasan yang dia terima pun hanya sekadar, “Ya, terima kasih …” atau lebih perih lagi, hanya di read doang. Hikss …” Ya, begitulah tentang masalah apresiasi ini. Insya Allah kapan-kapan aku coba bahas di tulisan selanjutnya. Tuh kan, selalu saja begitu. Tulisan yang ada sambungannya karea tetiba mendapat sebuah gagasan di tengah menulis judul yang ada, hehehe. Semoga bisa menuntaskan ide yang tiba-tiba muncul di tengah menyelesaikan satu judul tulisan ini. aamiin …
Nah, selain masalah apresiasi, ada juga masalah cerminan kelas kecil ini merupakan cerminan kelas yang lebih besar lagi, katakankah di tataran perguruan tinggi. Ya, bayangkan saja. Kelas menulis ini kelas kecil, berbayar pula. Hanya sekitar 80an anggotanya. Tentunya yang sudah mencoba mendaftar, mereka melakukannya dengan sadar kan atas keputusan yang mereka ambil? Tapi, semenjak awal dimasukkan ke dalam kelas, sudah ada yang tidak menampakkan batang hidungnya, hilang entah kemana. Ada juga yang mundur secara sadar di tengah jalan, dan banyak juga yang Drop Out karena tidak mengikuti ketentuan yang diberikan dalam kelas ini. ya, mungkin mereka punya alasan masing-masing yang tidak bisa kita pahami atau harus kita tahu. Mungkin juga ada hal yang lebih urgent di luar sana dibanding mengikuti kelas 30DWC ini. wallahu’alam.
Bagiku sendiri, aku mengikuti kelas ini dengan sadar, mencoba fokus tapi tidak ingin memforsir diri (well, jujur saja saat awal pendaftaran Guardian sukarela dan lama sekali penuhnya, diriku sendiri hampir saja tergoda untuk mendafar, hihihi … tapi berhasil kutahan hingga akhirnya kursi Guardian pun terisi penuh, Alhamdulillah, cusss berangkaaat masuk ke Squad masing-masing). Well, aku tahu rasanya sebuah beban itu, walaupun hanya di dunia maya tapi, untuk saat ini aku hanya ingin menikmati prosesnya semampuku, sesuai dengan goal yang aku tetapkan untuk diriku sendiri dalam niat awalku bergabung di kelas 30DWC ini. Melemaskan kembali jari-jemariku setelah sekian lama tidak menari-nari di atas tuts keyboard, membiarkan gagasanku meluncur bebas ke alam huruf menjelma menjadi rangkaian kata-kata bermakna, berlatih menulis cermat alias tidak salah ketik (typo), lebih memperhatikan tanda baca, ya intinya menulis dengan baik dan benar seusai dengan panduan yang ada pada PUEBI dan KBBI. Ya, begitulah ceritaku hari ini. terima kasih banyak sudah berkenan menyimak. Ciao…
#Day11 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay11 #30DWCJilid26Squad2Day11 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26
Komentar
Posting Komentar