Menjadi Pahlawan Bagi Diri Sendiri
Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata Pahlawan? Mungkin, saat kita kecil dulu, makna kata pahlawan adalah tokoh-tokoh superhero yang mengenakan kostum tertentu, seperti Ultraman, Ksatria Baja Hitam, Power Rangers (duh, ketahuan deh penulis umurnya berapa, hehehe). Seiring waktu kita beranjak dewasa dan makna kata pahlawan pun ikut bertambah.
Saat kita sekolah, kita dikenalkan dengan para pahlawan bangsa yang dahulu turut serta memperjuangkan kemerdekaan Negara ini. Sederet nama seperti Tuanku Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Sultan Hasanuddin, hingga D.I. Panjaitan, S. Parman, Ahmad Yani, menghiasi isi buku pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Well, ketahuan lagi kan, penulis kelahiran tahun berapa? Hehehe. Dulu di sekolah dasar, masih ada nama mata pelajaran seperti itu. Beberapa nama pahlawan pun diabadikan sebagai nama jalan hampir di semua daerah di Indonesia ini untuk mengenang jasa-jasa mereka. Kata pahlawan, saat aku bersekolah, identik dengan seseorang yang berjasa pada Negara.
Lalu, kita mengenal istilah pahlawan tanpa tanda jasa, sebuah istilah yang dulu sempat membuat keningku berkerut. Seolah hal itu seperti sebuah kontradiksi. Pahlawan, tapi tanpa tanda jasa? Jadi, seolah-olah disini, yang namanya pahlawan itu harusnya punya tanda jasa. Lalu, yang menjadi pertanyaan, tanda jasa seperti apa? Apakah seperti sebuah badge yang disematkan di pundak? Atau semacam sertifikat bertuliskan kalimat tertentu bertanda tangan orang-orang penting macam para Menteri atau Presiden?
Ya, sebenarnya istilah itu adalah sebuah kiasan saja untuk menggambarkan betapa besarnya jasa seorang guru dalam kehidupan kita semua. Pahlawan tanpa tanda jasa itu adalah sebutan untuk seorang guru, tempat kita menimba ilmu. Dulu, sebutan guru bagiku pun hanya bermakna seseorang yang mengajar di dalam sebuah ruang kelas, berteman buku, kapur, dan papan tulis. Ya, karena setelah aku cek dalam KBBI, memang demikian maknanya.
guru [gu·ru]
Kata Nomina (kata benda)
Arti: orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar;
Namun, lambat laun makna guru bagiku pun mengalami perluasan arti. Guru tak sekadar orang yang mengajar mata pelajaran di dalam kelas. Namun, guru adalah sesiapa saja yang bisa memberiku tambahan wawasan dan ilmu. Baik itu hanya seorang tukang becak, sopir, ibu penjaja camilan, penjaga warung, atau anak sekolah dasar. Jika mereka memberiku sesuatu yang berbeda dan bermakna, bagiku mereka kuanggap sebagai guru.
Bahkan sejatinya diri kita sendiri adalah seorang guru. Dalam istilah bahasa Jawa, guru adalah akronim dari digugu lan ditiru; artinya seseorang yang sepatutnya di dengarkan omongannya, nasehatnya, petuahnya, dan diteladani tindak tanduknya. Jadi, sebagai seorang guru, kita perlu memerhatikan tutur dan perilaku kita dalam berinteraksi dengan orang lain.
Begitu pula dengan makna kata pahlawan. Dulu, aku memahami makna pahlawan sebatas orang yang berjasa (baca: berjuang mengangkat senjata dan jenis perjuangan bentuk lainnya) kepada Negara. Sekarang, aku mendefinisikan pahlawan sebagai seseorang yang berjasa kepada orang lain, apapun itu bentuk jasa yang mereka berikan, secuil apapun jasa yang mereka sumbangkan. Tentunya, lebih bijak jika konteks jasa yang diberikan adalah hal-hal yang positif, bukan hal yang negatif atau terlarang.
Kemudian, aku kembali merenung dan menemukan bahwa sejatinya diri kita pun bisa menjadi seorang pahlawan bagi kita pribadi. Apa maksudnya? Yaitu, ketika kita bisa memberikan jasa-jasa terbaik bagi diri kita sendiri. Ketika kita belajar untuk tidak merepotkan orang lain, belajar mandiri, belajar untuk selalu berusaha berpositive thinking, belajar untuk menunaikan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya. Misal, di rumah, kita berusaha bangun pagi agar orang tua tak selalu repot meneriaki kita setiap hari, menyuruh kita bergegas ke sekolah, karena memang itulah kewajiban kita. Memangkas energi emak yang terkikis untuk sekadar membangunkan kita, mengingatan kita akan PR atau tugas-tugas sekolah, dan lain hal.
Sebagai seorang pelajar, kita berusaha untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dengan baik, agar tidak memancing rasa tertentu (baca; marah, kesal, dan emosi negatif lainnya) hanya karena kita abai mengerjakan tugas dari guru tanpa alasan.
Sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang baik, misalnya taat mematuhi peraturan setempat, seperti menyebrang jalan pada tempatnya, membuang sampah di tempat sampah, ya… hal-hal yang dulu diajarkan oleh guru TK dan SD di awal-awal kita bersekolah.
Dalam dunia maya, dunia kedua kita yang kini erat melingkupi keseharian kita, misalnya saja tidak ikut menghujat ketika mendapat berita yang tidak patut, tidak serta merta turut serta menyebarkan info hoax tanpa menelusuri kebenarannya, tidak turut campur dengan urusan orang lain tanpa diminta, dan banyak hal lainnya.
Begitulah, sesederhana itu bukan, ternyata untuk menjadi seorang pahlawan. Tidak perlu melakukan hal-hal yang spektakuler agar dipandang kagum oleh orang lain. Tetapi, mulailah latih diri kita dengan hal-hal yang dekat dalam kehidupan kita sehari-hari, membuat diri kita sendiri berharga dan berjasa bagi kita pribadi. Menjadi seorang pahlawan bagi diri kita sendiri. Mampukah kita?
#Day27 #Squad2 #30DWC #30DWCJilid26 #30DWCDay27 #30DWCJilid26Squad2Day27 #Pejuang30DWC #Pejuang30DWCJilid26
Kirain PSBB yang lagi nge-tren sekarang ;)
BalasHapusEeh... salah nulis singkatan. Harusnya PSPB. Hehehe.. Terima kasih sudah mampir di sini Kak :)
Hapus