Sihir Ajaib Si Bubuk Putih
Aku mendesah pelan saat masuk ke ruangan kecil yang lembab itu. Ruang favorit semua keluarga di setiap rumah karena hampir bisa dipastikan ruangan itu tak pernah sepi dari kunjungan penghuni rumah. Bahkan, bagi keluarga besar yang punya banyak anggota di rumah, terutama anak-anak, ruangan itu terkenal sebagai sumber keributan di setiap pagi yang sibuk. Ruangan yang terkadang berbau harum semerbak mewangi, atau kadang juga berbau apek, tak jarang malah berbau pesing.
Ruangan yang kini kumasuki malah tak berbau, eh sedikit berbau lembab karena ruangan ini sekarang tak menjadi ruang favorit keluarga. Tentu saja karena hanya ada seorang anggota keluarga saja di rumah besar ini. Tapi sekarang, bertambah tiga anggota lagi setelah aku membawa keluarga kecilku pulang kampung.
Aku terdiam cukup lama sambil menatap dasar bak yang hitam kelam. Terlihat gurat-gurat seperti bekas cacing? Ah, pokoknya benar-benar menjijikkan sekali. Padahal bak kamar mandiku terbuat dari keramik berwarna biru muda yang indah ukirannya. Tapi kini? Ya Allah... Seharusnya aku memang sudah tahu akan begini pemandangan yang akan kulihat di ruangan ini. Tapi, melihat kenyataan yang ada? Hiiy... aku sendiri bergidik ngeri.
Aku sendiri gemas. Hanya tiga minggu aku meninggalkan rumah ini. Berarti tiga minggu pula ruangan ini tak pernah dibersihkan. Tapi tampilan ruangan ini seperti telah terbengkalai selama beberapa bulan. Luar biasa. Tentu saja aku tahu sebabnya kenapa. Sejak saluran pipa dari PDAM langganan rumah mengalirkan udara kosong alih-alih air yang bersih dan jernih, penghuni rumah yang kesal memutuskan menggunakan air tanah yang disedot lewat pompa air. Alhamdulillah selama ini aliran air pun lancar dan jernih, walau kutahu pasti, memakai air tanah harus lebih sering bersih-bersih karena air tanah itu lebih cepat membuat segala sesuatunya menghitam.
Kupandangi kembali dasar bak kamar mandiku. Aku kembali menghela nafas. Tubuhku sudah lelah, lagipula ini sudah malam. Aku dan keluarga kecilku tiba di rumah ini setelah maghrib. Aku tak ada selera untuk membersihkan kamar mandi malam-malam. Apalagi sekarang terdengar rengekan si kecil yang sepertinya haus ingin minum. Segera aku membersihkan diri memakai air yang mengalir deras lewat keran. Lalu, kusempatkan diri membuka lemari penyimpanan yang berisi barang-barang keperluan dapur. Kucari-cari teman baikku setiap saat aku hendak membersihkan kamar mandi. Si bubuk putih yang terbungkus dalam kantong plastik kecil. Aha.. masih ada. Wajahku memancarkan senyum lega. Hatiku pun turut berbunga-bunga.
Satu.. dua.. ah kuputuskan mengambil tiga bungkus sekaligus. Biasanya aku hanya memakai satu bungkus saja. Tapi kali ini... Rengekan si kecil terdengar semakin keras. Buru-buru aku mengambil gunting lalu Memotong tiga bungkus bubuk putih itu dan melemparkannya ke dalam bak kamar mandi tanpa perlu membuang bungkusnya. Lalu setengah berlari aku menuju kamar tidur.
Esok harinya, aku bangun pagi-pagi dan sudah siap dengan agenda pertamaku hari ini. Kuambil peralatan tempur terbaikku: spons, sikat lantai, sikat gigi bekas dan sabun pembersih lantai yang berbau harum mewangi tapi tidak terlalu efektif membersihkan noda-noda, apalagi noda membandel. Lalu, kulangkahkan kakiku menuju ruangan terfavorit keluarga setiap pagi.
Eh? Aku mematung begitu melangkahkan kaki ke dalam ruangan kecil yang selalu lembab itu. Saat melihat dasar bak kamar mandi, mulutku pun ternganga lebar. Dasar bak kamar mandi itu bersih sempurna. Cling.. tak ada satupun bekas sisa-sisa kerak kehitaman yang menjijikkan seperti yang kulihat kemarin malam. Siapa? Pertanyaanku terhenti seketika demi melihat tiga bungkus plastik masih mengambang sempurna di atas permukaan air bak kamar mandi. Lagipula pertanyaan dengan awal siapa adalah pertanyaan konyol. Lihatlah. Sepagi ini, hanya aku satu-satunya makhluk di rumah ini yang sudah melek sempurna. Penghuni lainnya masih pulas di ranjang kamar masing-masing. Saat aku masuk ruangan lembab ini pun lantai keramiknya masih kering. Pertanda sudah berjam-jam lalu tak ada yang masuk kemari.
Akhirnya, pelan-pelan kucelupkan ujung jariku ke dalam bak kamar mandi. Dingin. Kusentuh permukaan keramik bagian dalam. Bersih kesat. Seketika senyumku mengembang dan wajahku merona bahagia. Ternyata selama ini, aku baru tahu. Sihir bubuk putih itu bekerja lebih efektif jika dibiarkan semalaman. Selama ini, aku paling hanya membiarkanya selama beberapa menit atau satu jam saja sebelum akhirnya aku turun tangan berkutat dengan sisa-sisa kerak yang harus kugosok sendiri. Memang, menggosok kotoran, noda dan kerak kamar mandi jauh lebih mudah jika aku memakai bubuk putih ini. Tak perlu ngotot sambil melotot pada kerak-kerak membandel yang enggan pergi. Tapi kali ini, sungguh sebuah kejutan luar biasa bagiku. Bahkan, aku tak harus repot menggosok kerak-kerak membandel. Mereka sudah pergi sendiri berkat sihir ajaib si bubuk putihku ini. Hehe.. Tapi tentunya, bak kamar mandi tetap hatus dikuras dan diganti airnya, serta lantai dan dinding kamar mandi tetap harus dibersihkan dari sisa-sisa busa sabun yang menempel, bukan?
Maka, pagi itu, sambil bersiul-siul senang dan bersenandung riang, aku mengguyur lantai dan dinding keramik kamar mandi dengan air bekas rendaman si bubuk putih dalam bak kamar mandi. Mendiamkannya beberapa saat dan mulai menggosok seluruh permukaan keramik dalam kamar mandi dengan perasaan bahagia tak terkira.
Olala.. senang hatiku tak terkira..
Terima kasihku... pada si bubuk putih istimewa..
Berkilau bubuknya bagai mutiara...
Saat terik mentari menimpa...
Kecil kemasannya...
Besar gunanya...
Mari... marilah kawanku semua...
Kukenalkan kalian padanya...
Si sitrun nama panggilannya..
Asam Sitrat nama lengkapnya..
Citrid Acid cap Gajah nama tenarnya...
Syalalalalalalaa....
Nine Nindya,
Sweaty Green Chamber, Lambar 3-39
#ruangmenulis
#writingtresnojalaransokokulino
#komunitasmenulis21
#goresanpenakelima
#tulisanbebastentangtipsdantrik
#tipskebersihan
#oktoberpekanpertama
#postharikamis
Ruangan yang kini kumasuki malah tak berbau, eh sedikit berbau lembab karena ruangan ini sekarang tak menjadi ruang favorit keluarga. Tentu saja karena hanya ada seorang anggota keluarga saja di rumah besar ini. Tapi sekarang, bertambah tiga anggota lagi setelah aku membawa keluarga kecilku pulang kampung.
Aku terdiam cukup lama sambil menatap dasar bak yang hitam kelam. Terlihat gurat-gurat seperti bekas cacing? Ah, pokoknya benar-benar menjijikkan sekali. Padahal bak kamar mandiku terbuat dari keramik berwarna biru muda yang indah ukirannya. Tapi kini? Ya Allah... Seharusnya aku memang sudah tahu akan begini pemandangan yang akan kulihat di ruangan ini. Tapi, melihat kenyataan yang ada? Hiiy... aku sendiri bergidik ngeri.
Aku sendiri gemas. Hanya tiga minggu aku meninggalkan rumah ini. Berarti tiga minggu pula ruangan ini tak pernah dibersihkan. Tapi tampilan ruangan ini seperti telah terbengkalai selama beberapa bulan. Luar biasa. Tentu saja aku tahu sebabnya kenapa. Sejak saluran pipa dari PDAM langganan rumah mengalirkan udara kosong alih-alih air yang bersih dan jernih, penghuni rumah yang kesal memutuskan menggunakan air tanah yang disedot lewat pompa air. Alhamdulillah selama ini aliran air pun lancar dan jernih, walau kutahu pasti, memakai air tanah harus lebih sering bersih-bersih karena air tanah itu lebih cepat membuat segala sesuatunya menghitam.
Kupandangi kembali dasar bak kamar mandiku. Aku kembali menghela nafas. Tubuhku sudah lelah, lagipula ini sudah malam. Aku dan keluarga kecilku tiba di rumah ini setelah maghrib. Aku tak ada selera untuk membersihkan kamar mandi malam-malam. Apalagi sekarang terdengar rengekan si kecil yang sepertinya haus ingin minum. Segera aku membersihkan diri memakai air yang mengalir deras lewat keran. Lalu, kusempatkan diri membuka lemari penyimpanan yang berisi barang-barang keperluan dapur. Kucari-cari teman baikku setiap saat aku hendak membersihkan kamar mandi. Si bubuk putih yang terbungkus dalam kantong plastik kecil. Aha.. masih ada. Wajahku memancarkan senyum lega. Hatiku pun turut berbunga-bunga.
Satu.. dua.. ah kuputuskan mengambil tiga bungkus sekaligus. Biasanya aku hanya memakai satu bungkus saja. Tapi kali ini... Rengekan si kecil terdengar semakin keras. Buru-buru aku mengambil gunting lalu Memotong tiga bungkus bubuk putih itu dan melemparkannya ke dalam bak kamar mandi tanpa perlu membuang bungkusnya. Lalu setengah berlari aku menuju kamar tidur.
Esok harinya, aku bangun pagi-pagi dan sudah siap dengan agenda pertamaku hari ini. Kuambil peralatan tempur terbaikku: spons, sikat lantai, sikat gigi bekas dan sabun pembersih lantai yang berbau harum mewangi tapi tidak terlalu efektif membersihkan noda-noda, apalagi noda membandel. Lalu, kulangkahkan kakiku menuju ruangan terfavorit keluarga setiap pagi.
Eh? Aku mematung begitu melangkahkan kaki ke dalam ruangan kecil yang selalu lembab itu. Saat melihat dasar bak kamar mandi, mulutku pun ternganga lebar. Dasar bak kamar mandi itu bersih sempurna. Cling.. tak ada satupun bekas sisa-sisa kerak kehitaman yang menjijikkan seperti yang kulihat kemarin malam. Siapa? Pertanyaanku terhenti seketika demi melihat tiga bungkus plastik masih mengambang sempurna di atas permukaan air bak kamar mandi. Lagipula pertanyaan dengan awal siapa adalah pertanyaan konyol. Lihatlah. Sepagi ini, hanya aku satu-satunya makhluk di rumah ini yang sudah melek sempurna. Penghuni lainnya masih pulas di ranjang kamar masing-masing. Saat aku masuk ruangan lembab ini pun lantai keramiknya masih kering. Pertanda sudah berjam-jam lalu tak ada yang masuk kemari.
Akhirnya, pelan-pelan kucelupkan ujung jariku ke dalam bak kamar mandi. Dingin. Kusentuh permukaan keramik bagian dalam. Bersih kesat. Seketika senyumku mengembang dan wajahku merona bahagia. Ternyata selama ini, aku baru tahu. Sihir bubuk putih itu bekerja lebih efektif jika dibiarkan semalaman. Selama ini, aku paling hanya membiarkanya selama beberapa menit atau satu jam saja sebelum akhirnya aku turun tangan berkutat dengan sisa-sisa kerak yang harus kugosok sendiri. Memang, menggosok kotoran, noda dan kerak kamar mandi jauh lebih mudah jika aku memakai bubuk putih ini. Tak perlu ngotot sambil melotot pada kerak-kerak membandel yang enggan pergi. Tapi kali ini, sungguh sebuah kejutan luar biasa bagiku. Bahkan, aku tak harus repot menggosok kerak-kerak membandel. Mereka sudah pergi sendiri berkat sihir ajaib si bubuk putihku ini. Hehe.. Tapi tentunya, bak kamar mandi tetap hatus dikuras dan diganti airnya, serta lantai dan dinding kamar mandi tetap harus dibersihkan dari sisa-sisa busa sabun yang menempel, bukan?
Maka, pagi itu, sambil bersiul-siul senang dan bersenandung riang, aku mengguyur lantai dan dinding keramik kamar mandi dengan air bekas rendaman si bubuk putih dalam bak kamar mandi. Mendiamkannya beberapa saat dan mulai menggosok seluruh permukaan keramik dalam kamar mandi dengan perasaan bahagia tak terkira.
Olala.. senang hatiku tak terkira..
Terima kasihku... pada si bubuk putih istimewa..
Berkilau bubuknya bagai mutiara...
Saat terik mentari menimpa...
Kecil kemasannya...
Besar gunanya...
Mari... marilah kawanku semua...
Kukenalkan kalian padanya...
Si sitrun nama panggilannya..
Asam Sitrat nama lengkapnya..
Citrid Acid cap Gajah nama tenarnya...
Syalalalalalalaa....
Nine Nindya,
Sweaty Green Chamber, Lambar 3-39
#ruangmenulis
#writingtresnojalaransokokulino
#komunitasmenulis21
#goresanpenakelima
#tulisanbebastentangtipsdantrik
#tipskebersihan
#oktoberpekanpertama
#postharikamis
The power of citrun ya mba, hehe... Buat baju putih juga ampuh mba..
BalasHapusOh.. aku belum pernah buat cuci baju sih.. kapan-kapan boleh dicoba juga. trims infonya ya 😊
HapusThe power of citrun ya mba, hehe... Buat baju putih juga ampuh mba..
BalasHapusWaah, patut dicoba ini Nin. Thanks tentang ulasannya..
BalasHapusSama-sama Naris. Semoga berhasil. Btw, boleh dong kasih review kalo dah nyoba 😀
HapusOwalah ternyata cerita sitrun toh
BalasHapus